Sebagai Agent of Social Change, Santri Tidak Boleh Sekadar Jadi Objek Politik

Pengasuh Pondok Pesantren al-Madaniyyah Ciwaringin Cirebon, Kiai Ihsan/RMOLJabar
Pengasuh Pondok Pesantren al-Madaniyyah Ciwaringin Cirebon, Kiai Ihsan/RMOLJabar

RMOL. Santri adalah salah satu agent of social change. Maka santri tidak boleh hanya menjadi objek politik.


Begitu disampaikan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Madaniyyah Cirebon, Kiai Ihsan, saat ditemui Kantor Berita RMOLJabar di bilangan Ciwaringin, Cirebon, Senin (14/11).

Menurut Ihsan, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak boleh dijadikan alat politik untuk mendukung salah satu calon atau partai tertentu. Semua kalangan disebutnya sudah mengetahui itu.

Aang Ihsan, begitu ia karib disapa mengatakan, santri sebagai agen perubahan tetap memiliki kewajiban dalam hal pemikiran, ide program dan kriteria pemimpin yang dapat membawa perubahan ke arah yang lebih baik.

Santri bukan hanya boleh berpendapat, tetapi juga harus berkontribusi.

“Kenapa demikian? Karena santri adalah salah satu elemen bangsa yang termasuk kategori agent of social change, yaitu kelompok intelektual tercerahkan yang penting bagi terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik,” tutur Kiai Ihsan.

Tokoh Muda NU Cirebon ini menegaskan, pondok pesantren juga harus memberikan pembekalan ilmu atau setidaknya wawasan politik.

Ini juga dicontohkan oleh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari dan putra beliau KH Wahid Hasyim. Secara takriri beliau telah mengajarkan kepada semuanya sebagai santri untuk berperan dalam dinamika politik.

“Ada banyak sarana yang dapat santri gunakan untuk menyalurkan pandangan politiknya. Selain masuk ke struktur organisasi yang menampung para santri, juga bisa melalui media sosial,” jelasnya.

Aang Ihsan berharap, 2022 ini adalah tahun yang tepat bagi santri untuk memulai perjuangannya, turut serta membangun bangsa dengan memberikan pandangan-pandangan politiknya khususnya untuk Pilpres 2024.

Santri tidak boleh membiarkan bangsa ini dipimpin oleh orang yang tidak tepat pada 2024 mendatang.

“Tujuan utama dari peran santri tentu saja kemaslahatan. Bukan mencari proyek atau mengobrak-abrik tatanan yang sudah berjalan baik. Jangan gadaikan idealisme dan spiritualisme santri demi hal-hal yang rendah," tegasnya lagi.

"Tapi santri harus memiliki idealisme dan spiritualisme yang tinggi, mengingat pendidikan karakter dan keadaban yang dibangun para kiai di pondok-pondok pesantren mereka,” demikian Aang Ihsan.